Aksi ini merupakan puncak dari rasa frustasi dan kekecewaan mendalam terhadap lambatnya respons pemerintah dan legislatif dalam menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang menghimpit kehidupan kelas pekerja Indonesia aksi yang mengusung tema “Gerakan Buruh Indonesia Bergerak: Wujudkan Kedaulatan Rakyat, Hapus Penindasan dan Penghisapan”.
Jakarta, otentiknews.click – Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), bersama dengan Koalisi Serikat Pekerja bersama Partai Buruh, akan menggelar Aksi Massa Nasional pada hari Rabu, 28 Agustus 2025, berpusat di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Republik Indonesia.
Aksi ini merupakan puncak dari rasa frustasi dan kekecewaan mendalam terhadap lambatnya respons pemerintah dan legislatif dalam menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang menghimpit kehidupan kelas pekerja Indonesia aksi yang mengusung tema “Gerakan Buruh Indonesia Bergerak: Wujudkan Kedaulatan Rakyat, Hapus Penindasan dan Penghisapan”.

Ini diproyeksikan akan diikuti oleh puluhan ribu pekerja dari berbagai lini industri, mulai dari manufaktur, perkebunan, pertambangan, hingga pekerja rumah tangga. Mereka akan berangkat dari titik-titik kumpul di Jabodetabek dan sekitarnya untuk menyuarakan 10 (sepuluh) Tuntutan Mendesak yang menjadi hak konstitusional mereka.
“Ini bukan sekadar aksi seremonial. Ini adalah gerakan politik kelas pekerja yang sudah mencapai titik jenuh. Selama puluhan tahun, janji-janji kesejahteraan hanya menjadi slogan kampanye, sementara praktik penghisapan dan perampasan hak justru dilembagakan melalui berbagai kebijakan. Pada 28 Agustus nanti, kami tidak akan beranjak sebelum suara kami didengar dan tuntutan kami mendapatkan respons konkrit,” tegas Ilhamsyah, Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) melalui keterangan resmi kepada otentiknews.click, Rabu (27/8/2025).
Lebih lanjut pihaknya juga menuntut agar gaji anggota DPR RI di potong 20-30% sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi perekonomian rakyat yang serba kesulitan dan sebagai solusi terhadap kondisi APBN yang mengalami defisit anggaran.
Berikut adalah penjabaran mendetail dari 10 Tuntutan Aksi Massa 28 Agustus 2025:
1. Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah (HOSTUM)Sistem outsourcing atau alih daya telah menjadi alat sistematis bagi perusahaan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan memangkas hak-hak normatif pekerja. Pekerja outsourcing hidup dalam ketidakpastian, upah murah, dan terancam putus hubungan kerja (PHK) sewaktu-waktu. KPBI menuntut penghapusan total sistem outsourcing untuk semua jenis pekerjaan, bukan hanya pekerjaan inti. Sistem ini adalah bentuk modern dari perbudakan yang merendahkan martabat manusia. Kami juga menolak segala bentuk skema upah murah, termasuk upah berdasarkan jam kerja (hourly basis) yang dipaksakan melalui aturan turunan UU Cipta Kerja. Upah harus layak, memenuhi kebutuhan hidup yang layak, dan disertai jaminan sosial penuh.
2. Stop PHK: Bentuk Satgas PHK Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak dan masif terus terjadi di berbagai sektor, seringkali dengan dalih efisiensi atau kesulitan ekonomi perusahaan.
Namun, di saat yang sama, laba perusahaan dan bonus direksi justru meningkat. KPBI menuntut pemerintah untuk segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan PHK yang melibatkan perwakilan buruh yang independen. Satgas ini harus memiliki kewenangan nyata untuk mengaudit keuangan perusahaan yang akan melakukan PHK, memastikan PHK adalah opsi terakhir, dan memberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang melakukan PHK sepihak dan tidak sesuai dengan prosedur serta norma keadilan.3. Reformasi Pajak Perburuhan yang Berkeadilan Sistem perpajakan saat ini justru membebani kaum pekerja dan melindungi pemilik modal.
KPBI menuntut reformasi menyeluruh sistem pajak perburuhan:
● Naikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 7.500.000,- per bulan. Upah minimum yang ada saat ini bahkan masih di bawah angka ini, yang berarti pajak telah memakan pendapatan yang seharusnya untuk memenuhi kebutuhan pokok.
● Hapus Pajak Pesangon. Pesangon adalah hak pekerja yang diperoleh setelah bertahun-tahun mengabdi, bukan merupakan penghasilan biasa. Memajaki pesangon adalah bentuk perampasan hak sosial kelas pekerja.● Hapus Pajak THR. Tunjangan Hari Raya (THR) adalah hak suci pekerja untuk merayakan hari raya. Mempajaknya sama dengan mempersulit pekerja untuk merayakan kebahagiaan bersama keluarga.
● Hapus Pajak Jaminan Hari Tua (JHT). Iuran JHT adalah tabungan masa depan pekerja. Pemerintah tidak berhak memajaki tabungan yang merupakan jaminan hari tua para pekerja.
● Hapus Diskriminasi Pajak terhadap Pekerja Perempuan Menikah. Kebijakan pemotongan pajak yang memberlakukan status PTKP berbeda bagi perempuan menikah (K/IK-0) adalah diskriminasi berbasis gender yang merendahkan dan harus dihapuskan.
● Seharusnya kaum buruh yang hanya mendapatkan upah minimum, tidak perlu lagi dikenakan pajak. Sebab buruh adalah orang yang terpaksa menjual tenaganya untuk bertahan hidup, bukan lembaga yang mencari keuntungan (profit).
Kebijakan Pajak Negara harus berlandaskan pada prinsip-prinsip berkeadilan, pengusaha kaya raya dan korporasi besar harus dikenakan pajak progresif, bakan malah diberikan pengampunan pajak.
4. Sahkan RUU Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) telah dibatalkan sebagian oleh putusan No.168 Mahkamah Konstitusi karena cacat formil dalam proses pembentukannya.
Namun, substansi yang pro-pemodal masih terus dipertahankan. KPBI menuntut DPR dan Pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan yang baru yang dibahas secara partisipatif dan transparan dengan melibatkan serikat buruh, bukan melalui skema omnibus law yang tertutup dan terburu-buru. RUU baru ini harus mengembalikan kedaulatan dan perlindungan bagi pekerja.
5. Sahkan RUU Perampasan Aset: Berantas Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang merampok uang rakyat dan menghambat pembangunan. KPBI mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset (in rem) tanpa syarat.
RUU ini akan menjadi alat yang sangat kuat untuk memberantas korupsi dengan merampas aset-aset hasil korupsi, bahkan jika pelakunya kabur, meninggal, atau tidak dapat diadili. Pemulihan aset negara hasil korupsi akan menambah pendapatan negara yang dapat dialokasikan untuk subsidi, jaminan sosial, dan kesejahteraan rakyat.6. Revisi RUU Pemilu:
Redesign Sistem Pemilu 2029Pesta demokrasi 2024 telah meninggalkan banyak catatan kelam dan ketidakpercayaan publik. Untuk memastikan pemilu 2029 lebih berintegritas, KPBI menuntut revisi mendalam terhadap UU Pemilu. “Kami mendorong redesign sistem pemilu yang lebih aspiratif, seperti :
● Penguatan sistem pemilu Berproporsional terbuka yang sesungguhnya.● Penghapusan threshold parlemen yang memberangus partai kecil.
● Penguatan pengawasan dan sanksi bagi pelanggaran pemilu.
● Jaminan keterwakilan buruh dan kelompok marginal di parlemen.
● Sistem politik yang sehat adalah prasyarat untuk menghasilkan kebijakan yang pro-rakyat.
7. Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT)Pekerja Rumah Tangga (PRT) adalah salah satu kelompok pekerja yang paling rentan dan tereksploitasi, bekerja tanpa batas waktu yang jelas, tanpa jaminan sosial, dan rentan terhadap kekerasan serta pelecehan. KPBI mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU PPRT yang telah lama mangkrak.
RUU ini akan memberikan pengakuan bahwa PRT adalah bagian dari pekerja, dan perlindungan hukum yang setara bagi jutaan PRT di Indonesia, memastikan mereka mendapatkan upah layak, waktu istirahat, jaminan kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan.
8. Tegakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk Pekerja Tambang Sektor pertambangan memiliki tingkat risiko kecelakaan kerja yang sangat tinggi. Setiap tahun, puluhan nyawa melayang dan ratusan pekerja mengalami sakit akibat lingkungan kerja yang tidak aman. KPBI menuntut pemerintah dan perusahaan untuk menegakkan standar K3 secara ketat. Ini termasuk inspeksi rutin yang independen, penyediaan alat pelindung diri (APD) yang memadai, pelatihan K3 yang berkelanjutan, dan penindakan tegas terhadap perusahaan yang lalai. Keselamatan pekerja harus di atas segalanya.
9. Sistem Pengupahan yang Adil bagi Pekerja Perkebunan Sawit Pekerja di perkebunan sawit, yang menjadi tulang punggung komoditas ekspor andalan Indonesia, masih hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.
KPBI menuntut:● Penerapan sistem upah satuan hasil (piece rate) yang adil , bukan berdasarkan satuan waktu, yang memungkinkan pekerja mendapatkan penghasilan yang proporsional dengan hasil kerja mereka. Sistem ini harus disertai dengan jaminan upah minimum sebagai safety net.
● Tindakan tegas terhadap perusahaan yang menerapkan status Buruh Harian Lepas (BHL) menahun. Praktik ini adalah bentuk penghindaran perusahaan dari kewajiban memberikan hak-hak normatif. Semua pekerja yang telah bekerja kontinu harus diangkat menjadi karyawan tetap.
10. Ratifikasi Konvensi ILO-190 dan Hapuskan Kekerasan di Dunia Kerja Konvensi ILO No. 190 tahun 2019 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja adalah instrumen internasional yang krusial. Indonesia harus segera meratifikasi konvensi ini dan mengadopsinya ke dalam hukum nasional.
Ratifikasi akan memberikan payung hukum untuk mencegah dan menangani segala bentuk kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi—baik fisik, psikis, maupun seksual- yang terjadi di dunia kerja, dengan perlindungan khusus bagi kelompok rentan seperti perempuan.
Lebih lanjut Ilhamsyah menambahkan, “Kesepuluh tuntutan ini adalah satu paket yang tidak dapat ditawar. Ini adalah agenda bersama untuk menyelamatkan masa depan bangsa dengan menempatkan kemanusiaan dan keadilan di atas kepentingan kapital. Kami menunggu dengan serius komitmen dari para wakil rakyat di DPR dan pemerintah untuk segera memenuhi tuntutan ini. Aksi kami akan damai, namun penuh dengan tekad yang membara,” ujarnya.
KPBI mengimbau seluruh elemen masyarakat sipil, NGO, akademisi, dan para kaum tertindas lainnya untuk bersolidaritas dan bergabung dalam aksi damai pada 28 Agustus 2025 mendatang. (***).